Jumat, Juni 05, 2009

Mengambil hikmah dari cerita Prita Mulyati

Sebagai manusia yang tak bisa lepas dari kodratnya seharusnya kita dapat memaklumi tindakan Prita, seorang ibu rumah tangga yang di tuntut atas dakwaan pencemaran nama baik. Ia hanya bermaksud mencurahkan unek-unek (bahasa gaulnya curhat) dalam hati yang ia kirimkan ke temannya lewat surat elektronik, email. Siapapun jika mendapat perlakuan yang tidak baik tentu akan merasa jengkel. Jangankan manusia yang mempunyai perasaan, hewan pun jika mendapat perlakuan yang tidak baik pun akan melawan. Akan tetapi seorang Prita tidak dapat berbuat apa-apa karena hanya rakyat sipil yang tidak mempunyai pengaruh sama sekali pada pihak yang di maksud prita atau pun Negara. Seandainya Prita seorang keluarga pejabat Negara, tentu ia akan berani secara gamblang untuk berhadapan langsung kepada pihak yang Prita komplain. Biasanya seseorang yang tak dapat berbuat apa-apa akan mencurahkan kekesalannya dengan curhat. Hal ini tentu bermaksud agar teman yang ia curhati tidak mengalami hal serupa yang Prita rasakan. Betapa menjengkelkan dan bikin emosi.

Studi kasus Kasus Prita

Tindakan kepolisian memang tidak salah yang secara singgap, cepat, singkat dan tangkas dalam menyelesaikan perkara. Akan tetapi ada yang aneh dari tindakan pak polisi ini. Seperti yang kita lihat dari pengakuan Prita, ia belum sempat melihat anaknya sendiri. Apa pak polisi menangkapnya tidak di dalam rumah? Apa pak polisi tidak menunjukan surat penangkapannya? Lantas apakah Prita belum say good bye dengan suami dan anaknya? Apakah prita disergap? Kayak kriminal besar-besaran aja. Terlalu berlebihan pak polisinya. Kasihan anaknya ya?

Dakwaan terhadap Prita dengan tuntutan pencemaran nama baik. Pada ungkapan ini saya sangat tidak setuju sebab Prita tidak bermaksud untuk mempublikasikan unek-uneknya itu secara terbuka di dunia internet. Ia hanya mengirimkan email ke temannya. Bukan di tulis di blog atau web. Lantas kenapa bisa di ketahui banyak orang surat yang ia tulis??

Menurut saya, sangat tidak masuk akal jika surat elektronik seperti email dapat di ketahui seperti itu. Bukankah email ataupun alat komukasi lainnya bersifat PRIVASI, sangat sangat rahasia. Kalaupun tidak rahasia kenapa pakai password segala untuk membukanya. Apakah untuk pantas-pantas saja? Tentu tidak kan. Bahkan pihak penyedia layanan email beberpakali mengatakan segala isi (dokumen) di dalam email akan di jaga kerahasiaanya. Apa setiap surat yang kita kirimkan akan disaring oleh pihak penyedia layanan (orang)? Lantas kalau surat itu di saring oleh manusia, tidak akan mungkin terjadi istilah seperti spaming, hacking, bom email dan lain sebagainya yang biasanya menulis kode aneh-aneh (PHP/java) yang membuat kepala puyeng jika dibaca. Kalau benar seperti itu, tentu pihak penyedia layanan sudah tidak bisa di percaya akan kerahasiaan yang ia beberkan. Hal ini justru menjadi misteri bagi yang gemar berdiskusi lewat forum di internet. Parahnya, para pemula jadi ketakutan untuk menulis dan berkarya di internet karena batasan hukum yang terlalu berlebihan dan kebebasan berbicara cuma angin doang. Tak disangkal banyak wartawan yang dituntut karena pemberitaan yang dianggap pencemaran nama baik. Padahal kebanyakkan orang yang bergaul di internet adalah orang-orang terpelajar yang mau berlomba dan berkarya di dunia yang lebih luas seperti internet karena kemudahannya mencari informasi.

Seperti yang kita tahu, tidak akan mungkin pihak penyedia layanan email yang ember dengan membeberkan surat Prita. Tentu ada pihak ketiga (yang menerima surat Prita) yang tak sependapat kemudian menginformkan kepada semua kontaknya. Dengan di teruskan surat tersebut kepada group atau ada yang sebagian yang menampilkannya pada blog/web pribadinya agar dapat di baca oleh siapa saja. Atau mungkin secara tidak sengaja dalam group tersebut ada orang yang mempunyai hubungan dengan pihak yang Prita ceritakan sehingga orang ini melapor kepada pihak yang di maksud Prita dan Prita di tahan.

Dari awal Prita bermaksud menghimbau temannya saja agar tidak mengalami hal buruk yang ia rasakan. Tak ada niat baginya himbuan tersebut agar diketahui publik. Jadi, sebenarnya yang pantas di jerat hukum atas pencemaran nama baik adalah orang yang menyebarkan surat Prita. Bukan Pritanya yang di dakwa. Pihak ketiga ini yang mengadu domba. Dan justru pihak ketiga ini yang mencemarkan nama baik. Baik nama Prita sendiri atau nama pihak yang Prita sebutkan.

Memang awalnya bersumber dari Prita. Prita pun juga berbuat kesalahan serius dengan menyebutkan nama pihak yang ia maksud secara terang-terangan. Seharusnya ia menyensor atau membuatnya lebih transparan. Tapi jika yang bicarakan secara pribadi buat apa transparan segala? Seperti halnya saat kita bicara face to face tak mungkin anda tidak menyebutkan nama orang yang tidak anda sukai itu. Hal yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan kita terhadap orang yang kita ajak bicara. Bisa jadi, dia mata-mata dari orang yang kita bicarakan.

Himbauan saya, alangkah baiknya jika kita menulis, apapun itu nama orang, lembaga atau merk atau apalah harap perhatikan dan dibuat transparan saja karena bisa jadi orang yang dimaksud tidak terima dan kasus Prita bisa menimpa kita. Jadi lebih berhati-hati dalam menulis opini. Teruskan menulis dan berkarya. Sebab tulisan dan karya kita bisa menjadi polemik yang baik secara langsung atau tidak langsung juga mengutarakan pendapat orang lain. Sehingga sebagai orang Indonesia kita juga menjadi pemikir akan hal-hal yang perlu di perjuangkan.



TULISAN LAINNYA:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hauk ! Silahkan berkomentar sesuka anda, Anda bebas.. tapi sewajarnya saja :)