Senin, Mei 18, 2009

Beryanyilah Anggur Merah, Sayang....

Sudah pukul 23.00 tak terasa berlalunya waktu begitu deras. Baru saja aku bersama dia. Tapi kini telah hilang dan sia-sia. Bulan malam ini tetap seperti hari-hari kemarin. Ia masih berbentuk bulat dan berwarna kuning bercahaya. Benar-benar indah di pandangi. Tenggelam, muncul. Tenggelam, muncul. Begitulah ia bermain di balik awan. Dan angin malam juga ikut menghibur dengan menyanyikan lagu-lagu sendu yang pas untuk suasana malam yang hancur, remuk, serta tercabik-cabik. Yang aku rasa kini. Berirama lembut dan merayu. Sampai-sampai tak terasa olehku gigitan-gigitan nyamuk. Lama sudah aku duduk diteras ini.

Malam ini, sungguh malam yang amat pedih bagi diriku. Baru kali aku melampiaskan segala kemarahan-kemarahan yang terpendam dengan cara yang konyol dan tak etis. Dua buah botol anggur melekat di telapak tanganku. Aku masih juga melamuni dan berangan-angan tak tentu. Mungkin gara-gara pergaulan, aku serperti ini. Irama gitar yang tak tentu not-nya kumainkan, ku lantunkan lagu yang belum pernah sama sekali aku nyanyikan. Semakin tak karuan dan amburadul.

Mabuk minuman ternyata tak mampu merusak ingatan-ingatanku. Setiap tegukkan bukannya membuat aku lalai, tapi malah semakin menambah jelas. Sejelas cahaya bulan malam. Ohh.... tragedi kehidupan. Seharusnya aku sadari terlebih dulu.
Sore itu, Darman yang sering ku panggil Dar saja, datang kerumahku. Ia meminta bantuanku untuk menemaninya menemui seorang cewek yang pernah aku kenal lewat HP, Lili. Ternyata Dar secara diam-diam mencuri nomor Lili dariku dan mengaku sebagai Indra. Padahal Dar dan Lili satu desa sedangkan aku cukup jauh dengan desa mereka. Untuk itu, akulah yang berperan sebagai Indra. Dar menjelaskan dan menceritakan secara rinci apa yang telah ia katakan pada Lili. Dan Lili pun percaya. Akhir kata, kami bersepakat. “Tenang aja aku nggak akan macari cewek yang satu desa ma aku. Mau tarok dimana mukaku? Aku cuma mau bantu kamu cari cewek”, begitulah janji Dar.

Motor berhenti di depan sebuah rumah sederhana, kemudian seorang gadis sebaya denganku keluar. Dar mendekat dan memulai sandiwara dengan mengenalkan kau kepada Lili. Cukup lama aku bersalaman dan menatap Lili. Ternyata ia tak seburuk suaranya yang pecah. Ia terlihat manis dan cantik. Aku ingin sandiwara ini berlangsung hingga benar-benar aku dapatkan Lili, bisikku dalam hati.

Sandiwara ternyata berjalan tidak sesuai skenario. Masih banyak hal-hal lain yang belum Dar sampaikan padaku. Lili hanya cengar-cengir menyaksikan semua ini. Yang aku katakan tidak seperti yang pernah Dar katakan lewat SMS. Hancurlah sudah sandiwara yang mentah.
Dua minggu kemudian aku memberanikan diri untuk datang ke rumah Lili. Sendirian tanpa sepengetahuan Dar. Sebelumnya aku sudah meminta ijin pada Lili dan akan membawakannya setangkai mawar merah. Aku datang memenuhi janjiku.
“Selamat malam, Nona”, sapaku dan menyodorkan setangkai mawar dari belakang. Lili tersenyum malu dan menyambut mawarku. Kami bercerita panjang lebar. Tentang sekolah, kehidupan, teman, pergaulan, dan berbagai musik terbaru. Lalu tibalah hal inti yang sebenarnya adalah tujuanku datang ke rumahnya.
“Lili”, kupanggil lembut namanya. “Namaku adalah Hery. Aku masih sekolah dan belum bekerja. Sebenarnya semua ini hanyalah skenario Dar. Kita hanyalah aktor untuk pelampiasannya. Kau tahu sendiri kan betapa penipunya Dar? Aku mohon maaf padamu”
“Iya. Aku juga bisa merasakannya kok, kalo semua ini hanyalah tipuan”
“Tapi, apakah sekarang aku kelihatan masih menipu?”
“Hahahaha.... justru kamu itu nggak bisa berbohong, makanya aku jadi bisa tau kalo kemaren itu cuman sandiwara. Hahahahaha....”

“Bukan itu. Maksud aku, apakah mataku terlihat menipu?”

“Maksudmu?”

“Aku suka kamu”, kataku lirih. Sebenarnya dari awal jantungku sulit untuk di atur, untuk berkata ini. Tapi demi kejujuran dan rasa cintaku yang telah terpendam, kini aku luapkan. Aku nekad. Dan sayangnya Lili tak menatap dalam, mataku. Aku sudah dapat menebak bahwa ia menolak cintaku.
“Kenapa kamu diam, Li?” tanyaku lirih. “Apa aku salah ataukah aku tidak boleh mengatakanya?” tanyaku lagi. “Aku hanya sekadar mengungkapkan apa yang aku rasakan. Apapun keputusanmu aku terima, asal kamu gak ngediemin aku”.
Lili terlihat sedih mendengar kata-kataku. Matanya berkaca-kaca. Air mukanya lembab. Suaranya setengah serak dan ditahan ketika akan berucap, hingga beberapa kali ia ber-dehm. Lalu ia berkata, “Aku... aku bukanya menolakmu. Aku sangat berterimakasih ma kamu tlah mencintai aku. Sebenarnya aku... kalo boleh milih, aku pasti memilihmu, tapi..... kedatanganmu tlah didahului...”, Lili terus menagis.

“Tapi siapa? Dan mengapa kau menangis?”, aku malah bingung.“Kamu jangan berpura. Aku pikir dia tlah memberitahumu, karena aku tlah menyuruhnya”
“Iya. Siapa?!”, aku malah jadi emosi dengan jawaban yang berbelit-belit darinya. “Apa aku kenal dengan orang itu? Dan .....”
“Tentu saja kenal. Akulah orangnya!”, tiba-tiba ada suara datang dari belakang kami.
“Kaukah Dar??”, tanyaku. “Kau tlah mengingkari janjimu sendiri!!”
“Persetan dengan janji”, bisiknya. Lalu Dar meminta pamit pada Lili. Aku dan Dar pergi kesuatu tempat di tegalan. “Mulai sekarang kamu gak boleh berhubngan ma Lili lagi!! DIA TELAH JADI MILIKKU”, kata Dar.
“Sungguh picik pikiranmu. Tidak!! aku tak mau turuti katamu”, bantahku.

Dar tak mau menerimanya. Aku dan Dar berkelahi demi suatu tujuan yang tak juga ku mengerti. Aku hanya ingin melampiaskan kemarahanku pada Dar karena ingkarnya. Sementara ia ingin menyingkirkan aku. Aku berhasil membuatnya lemah, tapi kemudian ada segerombolan pemuda dari desa itu datang. Untunglah aku dapat segera menyambar sepadaku dan menembus kegelapan. Aku aman.

Entah apa lagi esok yang akan terjadi. Baik Lili maupun bala-bala Dar padaku. Aku pusing menghadapi semua ini. Ini jelas-jelas bukan diriku. Aku bukanlah orang yang jahat atau peminum atau pemburu cewek. Tapi kini semua berubah. Aku telah begini juga tak mengerti.

Aku melihat jam di HP-ku. “Sudah pagi”, bisikku saat kudapati angka 02:58 pada layar HP. Hari ini aku benar-benar lelah. Aku ingin tidur sambil bernyanyi agar hilang semua sedihku. Aku tidur diatas kesedihan. Aku tidur sambil memeluk botol anggur merah. Aku tidur. Dan tertidurlah aku.....



TULISAN LAINNYA:

4 komentar:

  1. eh, ini cerita beneran cerita kamu ? atau kamu lagi bikin novel ? keren nih tulisannya

    BalasHapus
  2. iya. dengan perubahan seperlunya. namun untuk saat ini blog ini akan tidur panjang karena keterbatasan waktu dan biaya yg saya miliki. saya sungguh sangat sibuk. mohon maaf jika ada yang menunggu update dari blog ini

    BalasHapus
  3. pengalaman yang menghrukan.
    semanagat odi, ayo bangkit lagi!!
    masih banyak cwe yang kamu cintai. ^_^

    BalasHapus

Hauk ! Silahkan berkomentar sesuka anda, Anda bebas.. tapi sewajarnya saja :)